Titi adalah

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
istri, ibu dari 5 anak, full time worker, menghibur diri dengan berkreasi dan berpuisi

Senin, 15 November 2010

Siapa yang nonton tivi ??

Seorang Ibu baru saja pulang dari kantornya. Didapatinya anak anak sedang diam di kamar.
Insting seorang ibu - nya bekerja. Dia curiga. Ada apa ini ?

Setelah meletakkan tas kerjanya, dia pegang bagian belakang televisi di ruang tengah.
Terasa hangat.
Anak anak menonton televisi. Dan mereka segera lari ke kamar ketika mendengar Ibu membuka pagar.

"Siapa yang nonton tivi ?" Ibu berteriak
Anak anak diam. Tak satu pun menyahut

"Siapa yang nonton tivi ?"
Kembali hanya diam sebagai jawaban

"Semuanya keluar dari kamar !"
Satu persatu ketiga anak anak itu keluar dari kamar mereka masing masing.
"Siapa diantara kalian yang nonton tivi ?"
Si sulung menggeleng
Si Tengah juga menggeleng
Si Bungsu menggeleng dan menunduk, tidak berani menatap wajah Ibu yang tengah murka

"Kalau nggak ada yang ngaku, semuanya berdiri di pojok!"
Ketiga anak itu menurut.

Si Ibu masuk kamar dengan perasaan lelah yang bertambah lelah karena marah.
Si anak berbisik bisik di pojok ruangan
"Emangnya Ibu tahan gitu, sehari nggak nonton tivi?"

Senin, 18 Oktober 2010

Ayah, Tolong Jelaskan !

Seusai pengambilan raport ujian tengah semester, seorang ayah terpaku menatap nilai-nilai yang tertera di raport anak anaknya.
si sulung, dua nilai tidak lulus standar kompetensi minimal
si tengah, ada 3 mata pelajaran yang salah satu nilai hariannya merah, dan belum ikut remidial.
ditambah 5 tugas harian yang belum dikumpulkan
si bungsu, ada dua mata pelajaran yang nilainya dua dan empat.
Si Ayah tertegun, malu, marah, kesal, merasa gagal

Setiba di rumah, dipanggilah ke tiga anak kesayangannya, kebanggaannya.
Dengan menahan geram, diletakkannya raport itu di depan anaknya masing masing.
Dipandanginya sang anak satu per satu.
Sang anak hanya menunduk, tak berani menatap wajah ayahnya.

"Tolong jelaskan pada Ayah, kenapa nilai kalian seperti ini. Tidak pernah kalian mendapatkan nilai seperti ini.Kenapa?"

Anak-anak semakin dalam menunduk.

"Kalian diberi kepercayaan, diijinkan bermain game, diberi waktu menonton televisi, di beri waktu online, diberi waktu membaca novel, dalam pikiran Ayah, kalian sudah selesai mengerjakan tugas tugas kalian di sekolah"
Si Tengah paling menunduk, karena hanya dia yang mendapat daftar tugas belum dikerjakan.

"Ayah, tidak mau ini terjadi lagi !"

Sang anak memberontak dalam hatinya, banyak hal yang ingin dikatakan, tapi tak satupun terucapkan.

("Coba, tolong jelaskan pada kami, kemana ayah ketika kami ingin bertanya. Pernahkah ayah menemani kami belajar, pernahkah ayah membantu kami memecahkan soal, pernahkah ayah bertanya apakah kami ada kesulitan, pernahkah ... pernahkah...?")

Andai ayahnya mendengar apa yang mereka pendam.

Rabu, 22 September 2010

Ikhwan kok nggak Jumatan

Jumat siang, di kantin Rumah Sakit Al Islam.
Yanti sebal sekali melihat seorang laki laki dan seorang perempuan berkerudung, tengah makan dengan lahapnya.
Padahal shalat Jumat tengah berlangsung. Dia memandang kedua orang itu dengan sudut matanya. Huh, kok ya si perempuan itu tidak mengingatkan. Entah siapanya si laki laki itu, kakanya, adiknya, suaminya, atau pacarnya laah, siapa kek.
Shalat Jumat kan wajib buat laki-laki.

Yanti masuk kembali ke ruang kerjanya masih sambil cemberut.
"Kenapa Teh Yanti, mukanya bete gitu..." Dara si apoteker baru menyapa lembut.
Maka meluncurlah cerita Yanti tentang laki laki yang sedang makan di kantin.
"Tenang Teh, mungkin memang laki laki itu belum faham. Tapi kita juga harus berbaik sangka lho teh, barangkali dia seorang musafir dari luar kota, yang baru tiba di rumah sakit ini. Dari kemarin belum makan karena menunggui dan merawat kerabatnya yang sakit keras. Kalau musafir kan boleh, Teh, nggak shalat Jumat."

Dug, Yanti merasa hatinya tertonjok. Dia sudah pernah mendengar yang disampaikan Dara, tapi buruk sangka telah menutupinya.
Astaghfirullah, ternyata dia telah berburuk sangka terhadap orang lain. Bahkan terhadap orang yang belum dikenalnya sama sekali.

Jumat, 27 Agustus 2010

Dikejar Orang Gila

Hari hari ini terasa begitu cepat berlari. Entah karena aku yang sibuk, atau karena bahagia. Orang bilang, kalau sedang sedih, waktu berjalan bagaikan siput.
Lain sekali dengan yang kurasakan. Sering tidak terasa, sudah hari sabtu lagi. Libur memang, tapi jadwalku lebih berwarna warni. Kalau SEnin sampai Jumat, mengerjakan pekerjaan rutin di kantor. Lain halnya dengan Sabtu, pagi pagi tetap harus bangun pagi, belanja untuk sepekan dan kemudian memasak. TIdak ketinggalan membereskan rumah karena bibi libur. Sambil main dengan si bungsu tentunya. Agak siang sedikit menjemput anak anak di sekolah.
Saat ini jarum jam sudah menunjukkan pukul 11. Waktunya menjemput anak anak. Karena ini adalah moment yang sangat ditunggu mereka. MOment istimewa. Dijemput bunda. Biasanya Senin sampai Jumat mereka ikut jemputan sekolah.
Untung udah kelar masak.
Seusai menjemput anak anak aku sempatkan membersihkan kamar mandi. ini memang tugasku. Tidak tega rasanya, meminta bibi membersihkan.
Legaaa.. sekali setelah semuanya selesai, Akupun sekalian berwudhu untuk menunaikan shalat zhuhur. Sungguh hari libur yang sibuk.


Benar benar ya, waktu ini berlari sangat cepat. Baru saja menikmati liburan, sudah datang lagi hari senin.

Siang itu udara terik sekali. Debu debu beterbangan ditiup angin. Maklum, di sana sini sedang ada perbaikan jalan. Entah disengaja atau tidak, setiap menjelang lebaran, selalu ada perbaikan jalan. Atau karena akhir tahun ya, sedang menghabiskan anggaran. Entahlah, bukan urusanku.

Aku duduk diam dibonceng Tri, menyembunyikan wajah dari terik matahari. Laju mio tiba tiba melambat. ada apa ya? aku berusaha mengintip dari balik pundak tri.
Waduh, ada orang gila mengamuk.
Laki laki itu, bercelana pendek. tangannya memegang batu sekepalan. Dilemparkannya kepada orang orang yang melintas. Dia berjalan melawan arus.
Semua pengendara motor meminggirkan motornya. Seorang polantas dengan pakaian anti huru hara, sibuk menenangkan si orang gila.

Aku menahan napas. tegang.

Ah, syukurlah, orang gila itu masuk ke jalur cepat, dan berbalik arah. Polantas memberi aba aba agar pengendara motor berjalan.
Iring iringan motor berjalan perlahan.

Tiba tiba, orang gila itu masuk lagi jalur lambat, tangannya masih memegang batu sekepalan tangan. Orang orang meneriakiku.
Awas bu, awas bu...
Lari !!! Turun !!!

Aku berusaha melompat dari sepeda motor. Tapi terlambat. Batu itu telah berpindah dari tangan orang gila ke atas tanah, setelah sebelumnya membentur punggungku.
Aku jatuh terkapar.

Orang gila itu tepat berada di belakakangku. Aku mencoba berdiri. Tapi seluruh persendian terasa lemas, takut dan gemetar. Berteriak minta tolong, tapi tak seorangpun berani mendekati orang gila ini.
Akhirnya aku hanya terbaring tak berdaya.

"Hahahahaha..... " si orang gila tertawa persis di depan mukaku. Kedua tangannya persis di sebelah telingaku.
AKu berusaha memukulnya dengan tanganku yang bebas. Tapi aku tak berdaya. Pukulanku tidak memberi efek apapun padanya.

"Ha ha ha...." Aku sudah pasrah.
Aku hanya berdoa dalam hati.
Ya Allah, jangan sampai orang gila ini melukaiku atau menodaiku.
Ya Allah, datangkanlah pertolonganmu.

Tiba tiba, tangan orang gila itu bergerak mau memukul mukaku. Aku memejamkan mata menanti keajaiban.

Plak !
Terasa sakit di pipiku. Aku membuka mata.
Hah ? Kemana si orang gila ?

Aku hanya melihat si Bungsu yang merangkak di samping sajadahku.
"Nda... nenen..."
Ternyata aku ketiduran seusai shalat.