Titi adalah

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
istri, ibu dari 5 anak, full time worker, menghibur diri dengan berkreasi dan berpuisi

Selasa, 08 Januari 2013

Misteri Di Balik Layar (2-Habis)

foto diculik dari Pak Dhe Cholik

Ringkasan cerita bagian pertama
Pemeran Cakil jatuh bersimbah darah di atas panggung. Inspektur Suzana yang kebetulan menonton pagelaran, menyatakan pemeran Cakil tewas terbunuh


Para nayaga yang diterjang rasa penasaran juga berebut naik ke panggung. Beberapa penonton dari kalangan laki laki mengikuti. Mendadak sontak panggung pun dipenuhi orang.
Inspekstur Suzana yang menyadari keadaan segera mengeluarkan instruksi
"Semua yang tidak berkepentingan silakan turun dari panggung. Seluruh pemain dan petugas pembantu di belakang panggung harus tetap di tempat."

Mendengar suara inspektur cantik yang merdu namun berwibawa itu, satu persatu kerumunan orang orang itu pun meninggalkan panggung. Menyelinap dari balik layar yang masih tetap tertutup. Diantara mereka ada yang berbisik bisik menganalisa kejadian tersebut.
"Wah, pasti mbak Rikmo sengaja membunuh Lik Mudhoiso, lha wong Lik Mudho sekarang sudah akrab sama gadis muda"
"Gadis muda yang mana to ?"
"Itu lho, yang lulusan institut kesenian dari ibu kota itu lho..."
Si lawan bicara hanya manggut manggut menerima analisa tersebut.
"Kapok, Mudhoiso mati di atas panggung, jadi uwong kok egois, mau menangnya sendiri. Kita ini minta kenaikan honor nayaga aja ndak dikasih-kasih. Nanti kalau Mudhoiso diganti sama Pak Sigit, besar kemungkinan nasib kita bakal berubah"  salah satu nayaga malah menyukuri kematian Mudhoiso.

Di atas panggung, Inspektur Suzana menatap seluruh personil Wayang Orang BlogCamp Budhoyo yang saat itu juga, tidak pakai lama, sudah berdiri mengerumuni Mudhoiso. Mereka yang merasa ada permasalahan ataupun perselisihan dengan Mudhoiso langsung menundukkan pandangan, tidak berani menatap mata Inspektur Suzana. Khawatir menjadi tertuduh, apalagi tersangka. Amit amit.

Karena lampu panggung masih settingan suasana perang dan sedikit remang remang, maka Inspektur Suzana memerintahkan agar lampu utama dinyalakan.
Salah seorangpun bergerak menyalakan lampu.

Byaarr...
Panggung terang benderang.
Hoek... hoek... Gubrak. Tiba tiba Mudhoiso bangkit duduk kembali dan muntah di atas panggung. Selesai muntah diapun tergeletak lagi.
Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa...  jeritan keras pun lagi lagi terdengar dari balik layar. Semua yang tersisa di atas panggung menjerit dan melompat mundur. Kecuali Inspektur Suzana. Dialah satu satunya orang yang berani mendekati Mudhoiso. Kalau tadi yang diraba denyut nadi tangan kiri, karena sekarang posisinya lebih dekat ke sisi badan sebelah kanan, maka Inspektur Suzana meraba nadi tangan kanan Mudhoiso.
Terlihat Inspektur Suzana diam dan konsentrasi.
Semua yang menyaksikan adegan itu dicekam ketegangan, menanti apa kejadian berikutnya.

"Kurang ajar. Sontoloyo !" Tiba tiba Inspektur Suzana bangkit seraya memukulkan sampur pemeran cakil itu ke arah muka brewok dengan gigi dan taring nan tajam itu.
"Mudhoiso, tangiyo ! ***cuk, jebul aku kecelik. Ngelmu di mana sampeyan. Sampai sampai aku hampir tertipu begini !" Saking keselnya, inpektur cantik itu terpaksa mengeluarkan kata kata umpatan.
Dengan lemah dan sambil menutup mulutnya karena masih mual, Mudhoiso pun berusaha duduk.  Semua terpaku di tempat masing masing karena masih tegang, hanya Rikmo Sadhepo pemeran panengahing Pendhowo yang berani membantu Mudhoiso duduk.

"Mbak Rikmo, tolong jelaskan asal muasal keributan malam ini. !" suara Inspektur terdengar melembut, meskipun nafasnya masih terlihat kembang kempis menahan kesal.

"Maaf Inpektur, sebelumnya saya minta maaf, saya dan lik Mudhoiso tidak bermaksud menipu Inspektur. Kami tidak menyangka kalau Inspektur bakal menonton wayang orang malam ini.
Sebenarnya, Lik Mudhoiso sedang mendalami teater dan akting. Pengajarnya adalah dek Diana yang baru lulus dari institut kesenian. Menurut dek Diana, hakitkat akting itu adalah meyakinkan, agar semua penonton menganggap kejadian yang disuguhkan di atas panggung itu terjadi beneran.
Lik Mudhoiso cerita ke saya, katanya malam ini adalah saatnya diuji sama dek Diana. Apakah pelajaran yang disampaikan sudah dimengerti benar benar dan siap dipraktekkan di atas panggung.
Untuk mendukung akting Lik Mudhoiso, saya iseng iseng mencari di internet, cara membuat darah buatan supaya mirip benar dengan darah asli.
Yaitu campuran dari sirup jagung, air, sedikit tepung dan dan pewarna. Karena kemben buto Cakil tebal, maka kami tidak dapat menyimpan darah palsu itu di perut Cakil. Sebagai gantinya, saya menyimpan di bahu, dibawah selempang selendang buto Cakil. Makanya pas saya menusukkan keris luk 9 ke arah perut Cakil, Cakilnya kelihatan kakehan polah sehingga kerisnya menusuk leher. Padahal itu disengaja oleh Lik Mudhoiso supaya darah palsu yang di bahu tertusuk dan berceceran."

Terus kenapa tadi waktu saya periksa nadinya tidak ada denyut ?
Rikmo Sadhepo pun bingung dan menatap Mudhoiso.
"Itu karena saya rajin latihan yoga sejak muda dan sudah menguasai kundalini. Sehingga saya bisa menahan denyut nadi tangan kiri. Tapi tidak dapat menahan denyut nadi tangan kanan, maupun detak jantung. Karena suasana panggung remang remang dan semua sudah menganggap saya terbunuh, maka tidak ada yang memperhatikan saya tetap bernafas perlahan lahan. Makanya pas Inspektur memeriksa tangan kanan saya setelah lampu menyala tadi, denyut nadinya masih ada."   Suara Lik Mudhoiso perlahan.

Terus ngapain pak Lik pake muntah di atas panggung segala ?" berikutnya terdengar suara cempreng nan galak milik Inem si tukang sapu panggung. Semuapun menoleh ke arah Inem.

"Sori Nem, itu tidak sengaja. Efek dari menahan nadi adalah pusing dan mual."

Inspektur Suzana menyadari bahwa ternyata, pembunuhan atau tepatnya peristiwa yang dianggap pembunuhan itu tidak ada. Alias hoax.  Maka diapun membubarkan kerumunan orang orang di atas panggung.
"Wis wis wis, bubar bubar bubar. Sudah jelas semua permasalahannya. "

Plok plok plok, tepuk tangan yang cetar membahana tiba tiba terdengar dari pinggir panggung. Tepuk tangan itu berasal dari tangan mba Diana pelatih akting dan  Pak Sigit, wakil ketua rombongan Wayang Orang BlogCamp Budhoyo. Yang lain pun segera tersadar. Semua pun ikut bertepuk tangan, meriah dan tambah meriah. Keberhasilan Mudhoiso 'mengecoh' Inspektur Suzana berarti keberhasilan grup wayang orang untuk berpentas di atas panggung dengan akting meyakinkan. Meskipun mereka hanya grup pinggiran yang pindah dari satu tobong ke tobong lain, karena sangat mencintai budaya sendiri merekapun berusaha totalitas dalam berseni.

-Tamat-

Sumber bacaan
Cara menghentikan nadi
Cara membuat darah palsu