"Mamah mengerti perasaanmu, Neng" Suara Mamah bergetar pelan.
"Tapi Mah, Aa nggak pernah berterima kasih sama Neng. Apapun usaha yang Neng lakukan sepertinya tak berarti sedikitpun di mata Aa. Neng sudah berusaha melakukan semua yang Aa suka. Neng belajar memasak makanan kesukaan Aa. Aa mencicipi pun tidak.
Neng juga berusaha bercanda canda dengan Aa, selalu menampakkan senyum dan wajah cerah Neng. Meski dalam hati Neng sedang sedih atau kecewa. Ternyata itupun belum membahagiakan Aa. Neng merasa tak berarti, Mah. Neng putus asa, Mah. Neng merasa sudah tidak kuat lagi melayani Aa Mah.." kataku sambil sesenggukan
"Bersabarlah Neng. Batu pun kalau kena tetesan air, akhirnya akan berlubang. Kalau kau sabar menghadapi perangainya yang seperti itu, Mamah yakin dia akan berubah nanti. Ikhlaskan semua karena Gusti nu Agung. Berdoalah selalu agar Neng dilimpahi kesabaran. Jangan lupa bersyukur, Aa teh orangnya bertanggung jawab pada keluarga, nggak macem macem diluar sana." Mamah mengusap usap punggungku.
"Neng nggak bisa seperti Mamah, yang diam dan pasrah akan perlakuan Papah" kataku sambil menatap mata Mamah.
Mamah terdiam sejenak. Matanya menerawang.
*242 kata