"Ada apa ?" tanyamu, lembut
"Aku kangen, aku ingin bertemu"
"Besok kita bisa bertemu" jawabmu, tenang
"Aku ingin selalu bersamamu, berbagi, bercerita apa saja, walau hanya melihat diammu sekalipun "
"Kamu bisa bercerita apa saja, kapan saja, aku siap mendengarkanmu" katamu, menenangkanku.
Air mataku berjatuhan tiba tiba, aku sedih, karena aku tahu, apa yang dikatakannya tak semuanya nyata.
"Kamu bisa menghubungiku setiap waktu" lanjutmu. "De, kamu kenapa ? kok diam saja ? kamu menangis ?"
"Mas nggak mengerti perasaanku !" rajukku
Terdengar suara menarik nafas. Sedang kau di seberang sana sejenak terdiam.
"Kamu ingin Mas mengerti apa ?" tanyamu kemudian
"Aku tidak pernah merasakah hal seperti ini, sebelumnya. Aku tidak pernah merasanya senyaman ini berbagi perasaanku, khayalku, keinginanku, kepada orang selainmu, Mas"
suaraku serak, air mataku menderas.
"Kapan terakhir kamu merasakan hal seperti itu ?" tanyamu lagi
"Enggak pernah ! aku nggak pernah tahu bahwa aku bisa begini di hadapanmu"
"Apakah rasa itu hanya padaku ?" sambungmu, ragu
"Aku nggak tahu... aku nggak tahu rasa apa ini ? Aku mengharapmu selalu ada untukku.Aku merasakah bahwa Mas adalah bagian dari diriku yang hilang, entah kapan, suatu waktu. Dan kini aku menemukannya kembali. Aku berani menjadi diriku sendiri di hadapanmu" aku makin sesenggukan. Tapi ada kelegaan. Semua sudah kusampaikan.
"De, mungkin kamu keliru membaca rasamu. Mungkin juga Mas yang keliru. Mungkin waktu yang akan menjawab dan menjelaskan semua ini. Sekarang kamu sudah lebih tenang kan ?"
Aku mengangguk. Meski aku tahu kamu tak dapat melihatku.
"Iya Mas, terima kasih sudah mendengarku. Selalu" aku menjawab. Kuhapus sisa sisa lelehan air mata. Kuhirup udara banyak banyak. Aroma rumpun bambu, bercampur dengan tanah basah, menenangkan sukmaku.
"OK, kembalilah ke rumah.Ini masih pagi, mungkin anak anakmu butuh sarapan."
"Baik Mas !" aku tutup telepon genggamku, dan bersegera lari pulang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar