-Namaku cinta, saat kita bersama
berbagi rasa, untuk selamanya.
Wida bersyukur Tita mau meminjamkan mobilnya. Kaca mobil itu dilapis sampai 80%. Siapapun yang duduk di dalamnya, tidak akan terlihat dari luar. Dan Wida dapat leluasa memperhatikan halaman kantor itu.
Wida bersyukur juga, halaman restoran ini cukup penuh. Mobil Tita berbaur dengan kendaraan kendaraan lain. Petugas parkirnya pun tidak rese. Sehingga dia tidak ditanya tanya, kenapa sedari tadi tidak kunjung keluar dari mobilnya. Memang Wida tidak 100% berniat makan di restoran tersebut. Kalaupun jadi masuk restoran, dia bisa cocok dengan menu apa saja yang ada di sana. Bagi Wida, tidak penting makan apa dan di mana. Karena dia suka semua jenis masakan. Yang lebih penting adalah makan dengan siapa, karena dia dapat menikmati suasananya.
Wida mencari cari telepon genggamnya di samping jok tempat dia duduk. Jari jemarinya kemudian mengetik sebaris kalimat.
"Yang, makan yuk..." dan menekan tanda kirim
Ditunggunya beberapa detik. Terkirim. Ditunggu lagi beberapa detik, tidak ada jawaban.
Matanya kembali mengarah ke halaman kantor di seberang restoran.
Sepasang laki laki yang dikenalnya dan perempuan yang diketahuinya dari jejaring sosial, terlihat keluar dari kantor tersebut.
Mata Wida memanas. Jantungnya tiba tiba berdegup lebih keras. Bibirnya gemetar.
Tapi tetap diperhatikannya kedua orang itu, yang berjalan beriringan. Bercanda dan tertawa tawa. Si perempuan terlihat menatap manja pada si laki laki. Tapi si laki laki tetap tenang, seperti yang Wida kenal.
Kemudian si lelaki terlihat mengeluarkan telepon genggam dari saku celana panjangnya. Dilihatnya benda itu sekilas. Mungkin membaca pesan. Si perempuan diam sejenak.
Wida menahan nafas. Kemudian bergumam pelam " balas ... balas.. balas.. plisss "
Si laki laki tampak memasukkan telepon genggam ke saku kemeja. Mereka berdua berjalan ke arah jalan raya. Tampak akrab. Air mata Wida berjatuhan tanpa bisa di tahannya. Dia juga tak berusaha untuk mengusapnya. Biar saja, toh tak seorangpun melihatnya. Sudah biasa dia menangis tanpa suara seperti itu.
Wida mencari cari sebuah nama di telepon genggamnya.
Ditariknya nafas panjang lalu dia menelponnya Yayang. Pandangan matanya tetap tertuju pada sepasang manusia yang kini sudah berdiri di pinggir jalan raya. Hanya berjarak sekian meter dari tempatnya parkir.
Si laki laki mengambil lagi telepon genggam di saku kemeja. Si perempuan di sampingnya menengok kiri kanan. Seperti menunggu atau mencari sesuatu.
"Hai Cinta...." terdengar suara di telepon Wida.
"Hai Sayang, smsku udah masuk?" tanya Wida. Suaranya sudah kembali normal.
"Sudah "
"Kenapa Yayang gak balas ?"
"Maaf, aku masih menemani klien nih" si laki laki menatap ke arah restoran.
"Makan siang berdua yuk ?"
"Waaah.... hari ini aku nggak bisa"
"Ya udah deh"
"Kamu nggak marah kan ?"
"Oke gak papa. Mungkin bukan jatah aku hari ini makan sama kamu"
Klik !
Wida menutup pembicaraan. Air matanya jatuh berderaian. Si laki laki tampak memasukkan telepon genggamnya ke saku kemeja.
Tak lama kemudian, si perempuan menghentikan taksi. Si laki laki membukakan pintu, si perempuan masuk diiringi si laki laki. Taksi pun melaju, dan membawa mereka berdua entah kemana.
Hingga tiba saatnya aku pun melihat
cintaku yang khianat, cintaku berkhianat
-rumor . butiran debu-
mbak ceritanya nusuk yaa... berasa banget... perlu penghayatan level dewa nih nulisnya
BalasHapusterima kasih sudah berkunjuungg.. asyiknya berfiksi adalah asyiknya berkhayal
Hapus