"Kita harus merencanakan ini dengan cermat" Lelaki dengan badan paling besar bicara dengan suara rendah.
"Betul, kalau sampai rencana kita gagal, kita akan menderita lebih lama lagi" Lelaki botak berperawakan tinggi menimpali.
"Ya, tempat ini sudah penuh sesak. Aku yakin, rencana kita ini akan membuat nyaman penghuni" si lelaki yang tampak lebih muda bicara tenang. Tapi seringainya sangat mencurigakan.
"Kalian semua benar." si lelaki berbadan besar kembali bicara.
"Jadi, sesuai rencana kita, kalian bersiap di tempat tempat yang telah kita tentukan. Begitu jam di ruang utama berbunyi sembilan kali, itulah tanda aksi dimulai".
Saman menahan nafas. Dia tidak tahu persis apa yang direncanakan oleh ketiga orang tadi. Tapi dia yakin bahwa itu adalah sesuatu yang akan merubah hidupnya dalam waktu dekat. Saman ingin pulang. Dia rindu masakan istrinya. Dia rindu celoteh anak-anaknya. Apalagi menjelang berbuka. Semuanya sudah duduk mengelilingi meja. Tiba-tiba dadanya berdegup kencang, tak sabar menunggu pukul sembilan.
Teng... teng... teng... teng..teng...teng...teng... teng...teng
"Kebakaran... kebakaran...."
Pintu lembaga permasyarakatan tiba tiba terbuka lebar.
Tak ada waktu untuk memikirkan siapa pelakunya. Dia sudah siap berlari. Terus berlari bersama puluhan lainnya.
Targetnya satu, besok sore dia bisa buka puasa di rumahnya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar