Perempatan jalan Sukarno Hatta suatu siang.
Jam Gadang nampak gagah di ujung sana. Bukit Singgalang yang berpayung awan, menjadi latar yang sempurna.
Cuaca cerah, bahkan cukup panas menurutku. Sejuknya udara kota ini tak sanggup mendinginkan kepalaku yang sangat panas.
Tiba tiba saja lampu lalu lintas menyala merah, seolah marah. Tak rela aku melintas begitu saja di dekatnya dengan kecepatan 80 km/jam.
Aku tak peduli. Siapa juga yang peduli. Kepalaku panas. Panas sekali.
120 detik. Terlalu lama. Sangat lama untuk membaca pesan pendek yang datang bertubi tubi sepagian ini.
"Kak, adik dapat surat dari sekolah, katanya SPP harus lunas sebelum penerimaan rapot" dari Clara adikku.
Sejak papa meninggal akhir tahun lalu, biaya sekolah Clara aku yang menanggung. Dan, ah, aku belum membayarnya sepeserpun di semester dua ini.
"Assalamu'alaikum Pak Abdul. Maaf, Ini Siti . Bapak barusan di cari pak Budi dari bagian keuangan. Katanya Bapak ada janji dengan beliau" dari Siti, anak magang di ruanganku. Oh. syukurlah pak Budi sopan sekali. Tidak membeberkan tunggakan utangku yang memasuki bulan kedua.
"Pelanggan Yth, mohon diselesaikan tagihan kartu kredit Anda agar tidak masuk black list Bank Indonesia. Abaikan pesan ini bila Anda telah melakukan pembayaran"
Sama saja. Basa basi menagih utang.
"Papa cepat pulang, dede bayi sepertinya sudah mau melihat dunia luar. Yayang sudah tidak kuat menahan sakit" ini pesan pendek istriku inilah yang membuatku kebut kebutan di siang bolong ini.
Terik matahari kian memanggang kepala. Masih 30 detik lagi. Terlalu lama. Ingin rasanya kuinjak pedal gigi dan kutarik gas.
siuuuuuuuuuuuutttt ................... brak. Suara sirine mobil polisi dan ambulan bersahut sahutan.
Harian Singgalang, esok harinya
"Seorang Pengendara Sepeda Motor Tewas Menabrak Truk"
Wahhh...tragissssss. Keren ih ci teteh ;)
BalasHapusIya, aku juga sedih pas buatnya. Tq dah mampir ya
BalasHapus